Kala itu, jauh sebelum Twitter dan Instagram hadir mengisi (dan membuat gaduh) keseharian manusia di berbagai belahan dunia, saya membaca sebuah esai ciamik mengenai peran supporter yang diposting di laman Facebook milik Dirigen Viking Persib Club, Yana Bool. Esai yang ditulis oleh Yoedi Baduy tersebut berisi tentang kekhawatiran beliau akan fungsi supporter sepakbola yang (nyaris akan) melewati batas.
Selang sepuluh tahun kemudian, yakni, 17 Februari 2018, usai final Piala Presiden ada pengumuman penghargaan absurd perihal terpilihnya Bobotoh sebagai supporter terbaik yang membuat gaduh dan juga menuai pro kontra di kalangan internal Bobotoh sendiri. Seketika itu pula saya teringat akan esai yang pernah saya baca pada laman facebook tersebut. Yang terpikirkan pertama kali mungkin tidak ada kaitannya dengan fungsi supporter yang melewati batas, akan tetapi banyaknya kawan Bobotoh lain yang silang pendapat mengenai hal ini. Adalah faktor apa yang bisa membuat penghargaan absurd tersebut disematkan pada Bobotoh. Lagipula Persib hanya bertanding tiga kali, sedang tim lain yang mencapai babak final bermain sebanyak 7 kali, pun dua dari tiga pertandingan tersebut diwarnai aksi pelemparan botol oleh Bobotoh. Itulah yang membuat saya (mungkin juga kawan lain) ingin mempertanyakan penghargaan absurd tersebut. Bahkan sempat muncul prasangka buruk (dalam pikiran) bahwa penghargaan tersebut hanya sebuah lelucon untuk menertawakan perilaku negatif yang dilakukan Bobotoh.
Kebetulan, beberapa hari kemudian, akun instagram @cyber.viking memposting foto yang isi captionnya adalah esai tersebut.
Dengan tidak sedikitpun menambah apalagi mengurangi, beginilah isi dari esai tersebut. (Semoga kita semua bisa menelaah esai brilian yang keluar dari pikiran Om Baduy ini dengan nalar yang baik)
Kejadian yang aneh-aneh memang sering terjadi di negara kita !!! bahkan imbasnya sampai ke dunia persepakbolaan kita.
Sepanjang pengetahuan saya mengenai sepak bola, ....... tidak ada yang namanya Supporter terbaik. Karena dalam dunia sepakbola, Supporter hanya merupakan Subjek,... bukan Objek. Jadi dalam hal ini, team sepakbolalah yang menjadi "Artisnya".
Tapi di negara kita, ..... beberapa Kelompok Supporter malah berlomba-lomba untuk menjadi "Artisnya", mereka malah berusaha memberikan hiburan melebihi Team Sepak bolanya, bahkan dalam hal "Popularitas". Kelompok Supporter yang seperti ini, bahkan melupakan "Hakekatnya", sebagai pendukung dan penonton sepakbola. Mereka secara emosional malah lupa untuk membangkitkan semangat Timnya, karena sibuk mengutamakan misinya. Mereka lupa untuk menikmati "Indahnya" permainan sepakbola, Mereka lupa, Apa yang sebenarnya mereka perjuangkan, Bahkan, .... mereka lupa, untuk tujuan apa mereka datang ke Stadion, karena mereka terlalu sibuk menampilkan nyanyian dan tariannya, padahal pertandingan sepakbola di tengah lapangan sedang berlangsung.
Setahu saya, ..... di negara yang sepakbola sudah sangat maju dan memasyarakat, "Nyanyian" hanya di tujukan untuk memompa semangat juang para Pemain team kesayangannya. Supporter di Negara Eropa dan Amerika Latin khususnya, tidak pernah melakukan "Tarian-tarian" anehnya selama pertandingan berlangsung. Mereka hanya melakukan Konfigurasi tangan dengan tepukan-tepukan kompak, dan mengangkat tangannya sebagai sinyal kepada para pemain untuk terus berjuang selama di lapangan, dan itupun dilakukan hanya sekali-sekali, disesuaikan dengan situasi dan kondisi pertandingan.
Adakalanya kita harus bernyanyi, ... adakalanya kita harus menari, yang jelas jangan sampai dilakukan sepanjang pertandingan yang tengah berlangsung.
Diluar semua itu, ..... apa perlu adanya pemilihan Kelompok Supporter terbaik? apa tujuannya? dan yang paling membingungkan, ..... APA KRITERIANYA ????
Dari dulu, VIKING selalu mempertanyakan hal tersebut kepada pihak PSSI. Bukankah kita datang ke STADION untuk mendukung dan mencurahkan TOTALITAS dan KECINTAAN kita kepada TEAM KESAYANGAN kita ? dan bukan untuk MENJADI yang TERBAIK serta mencari POPULARITAS. Kalau begini terus kondisi Supporter di Indonesia, ........ bisa jadi POPULARITAS Tim Sepakbolanya, akan terlindas oleh POPULARITAS Supporternya. Sungguh kasihan Team Sepakbola yang harus mengalami hal demikian, ....... amit-amit !!!
Selaku Supporter sejati, tampilah apa adanya, spontan dan berlandaskan rasa cinta terhadap Tim yang dibelanya. Peran Supporter adalah berusaha menjadi PEMAIN KE-12. Dan kepada rekan-rekan sekalian, Tetaplah seperti itu!! jaga rasa 'Cinta" terhadap PERSIB, curahkan seluruh totalitas kalian hanya untuk PERSIB, ketika memberi dukungan !!! dengan cara itu, IKATAN BATHIN antara SUPPORTER dan TEAM SEPAKBOLANYA pasti akan tercipta, dan itu sangat efektif dalam mendongkrak MOTIVASI para PEMAIN.
Ketika Team kita MENANG, ..... kita pantas BERSORAK, ...... dan ketika Team kita KALAH, ...... kita pantas MENANGIS. Ketika Team kita BERJAYA, ...... kita Pantas MEMUJANYA, ........ dan ketika team kita TERPURUK, ..... Kita HARUS MENEMANINYA !!! itulah salah satu bentuk CINTA YANG TULUS, sesuatu yang tak dapat dibeli oleh apapun dan merupakan ANUGRAH dari TUHAN YME!!
Saya akan bertanya apakah KITA pantas menjadi yang TERBAIK ??, sedangkan Team yang kita Bela tidak meraih penghargaan apapun.
Selang sepuluh tahun kemudian, yakni, 17 Februari 2018, usai final Piala Presiden ada pengumuman penghargaan absurd perihal terpilihnya Bobotoh sebagai supporter terbaik yang membuat gaduh dan juga menuai pro kontra di kalangan internal Bobotoh sendiri. Seketika itu pula saya teringat akan esai yang pernah saya baca pada laman facebook tersebut. Yang terpikirkan pertama kali mungkin tidak ada kaitannya dengan fungsi supporter yang melewati batas, akan tetapi banyaknya kawan Bobotoh lain yang silang pendapat mengenai hal ini. Adalah faktor apa yang bisa membuat penghargaan absurd tersebut disematkan pada Bobotoh. Lagipula Persib hanya bertanding tiga kali, sedang tim lain yang mencapai babak final bermain sebanyak 7 kali, pun dua dari tiga pertandingan tersebut diwarnai aksi pelemparan botol oleh Bobotoh. Itulah yang membuat saya (mungkin juga kawan lain) ingin mempertanyakan penghargaan absurd tersebut. Bahkan sempat muncul prasangka buruk (dalam pikiran) bahwa penghargaan tersebut hanya sebuah lelucon untuk menertawakan perilaku negatif yang dilakukan Bobotoh.
Kebetulan, beberapa hari kemudian, akun instagram @cyber.viking memposting foto yang isi captionnya adalah esai tersebut.
Dengan tidak sedikitpun menambah apalagi mengurangi, beginilah isi dari esai tersebut. (Semoga kita semua bisa menelaah esai brilian yang keluar dari pikiran Om Baduy ini dengan nalar yang baik)
***
Sepanjang pengetahuan saya mengenai sepak bola, ....... tidak ada yang namanya Supporter terbaik. Karena dalam dunia sepakbola, Supporter hanya merupakan Subjek,... bukan Objek. Jadi dalam hal ini, team sepakbolalah yang menjadi "Artisnya".
Tapi di negara kita, ..... beberapa Kelompok Supporter malah berlomba-lomba untuk menjadi "Artisnya", mereka malah berusaha memberikan hiburan melebihi Team Sepak bolanya, bahkan dalam hal "Popularitas". Kelompok Supporter yang seperti ini, bahkan melupakan "Hakekatnya", sebagai pendukung dan penonton sepakbola. Mereka secara emosional malah lupa untuk membangkitkan semangat Timnya, karena sibuk mengutamakan misinya. Mereka lupa untuk menikmati "Indahnya" permainan sepakbola, Mereka lupa, Apa yang sebenarnya mereka perjuangkan, Bahkan, .... mereka lupa, untuk tujuan apa mereka datang ke Stadion, karena mereka terlalu sibuk menampilkan nyanyian dan tariannya, padahal pertandingan sepakbola di tengah lapangan sedang berlangsung.
Setahu saya, ..... di negara yang sepakbola sudah sangat maju dan memasyarakat, "Nyanyian" hanya di tujukan untuk memompa semangat juang para Pemain team kesayangannya. Supporter di Negara Eropa dan Amerika Latin khususnya, tidak pernah melakukan "Tarian-tarian" anehnya selama pertandingan berlangsung. Mereka hanya melakukan Konfigurasi tangan dengan tepukan-tepukan kompak, dan mengangkat tangannya sebagai sinyal kepada para pemain untuk terus berjuang selama di lapangan, dan itupun dilakukan hanya sekali-sekali, disesuaikan dengan situasi dan kondisi pertandingan.
Adakalanya kita harus bernyanyi, ... adakalanya kita harus menari, yang jelas jangan sampai dilakukan sepanjang pertandingan yang tengah berlangsung.
Diluar semua itu, ..... apa perlu adanya pemilihan Kelompok Supporter terbaik? apa tujuannya? dan yang paling membingungkan, ..... APA KRITERIANYA ????
Dari dulu, VIKING selalu mempertanyakan hal tersebut kepada pihak PSSI. Bukankah kita datang ke STADION untuk mendukung dan mencurahkan TOTALITAS dan KECINTAAN kita kepada TEAM KESAYANGAN kita ? dan bukan untuk MENJADI yang TERBAIK serta mencari POPULARITAS. Kalau begini terus kondisi Supporter di Indonesia, ........ bisa jadi POPULARITAS Tim Sepakbolanya, akan terlindas oleh POPULARITAS Supporternya. Sungguh kasihan Team Sepakbola yang harus mengalami hal demikian, ....... amit-amit !!!
Selaku Supporter sejati, tampilah apa adanya, spontan dan berlandaskan rasa cinta terhadap Tim yang dibelanya. Peran Supporter adalah berusaha menjadi PEMAIN KE-12. Dan kepada rekan-rekan sekalian, Tetaplah seperti itu!! jaga rasa 'Cinta" terhadap PERSIB, curahkan seluruh totalitas kalian hanya untuk PERSIB, ketika memberi dukungan !!! dengan cara itu, IKATAN BATHIN antara SUPPORTER dan TEAM SEPAKBOLANYA pasti akan tercipta, dan itu sangat efektif dalam mendongkrak MOTIVASI para PEMAIN.
Ketika Team kita MENANG, ..... kita pantas BERSORAK, ...... dan ketika Team kita KALAH, ...... kita pantas MENANGIS. Ketika Team kita BERJAYA, ...... kita Pantas MEMUJANYA, ........ dan ketika team kita TERPURUK, ..... Kita HARUS MENEMANINYA !!! itulah salah satu bentuk CINTA YANG TULUS, sesuatu yang tak dapat dibeli oleh apapun dan merupakan ANUGRAH dari TUHAN YME!!
Saya akan bertanya apakah KITA pantas menjadi yang TERBAIK ??, sedangkan Team yang kita Bela tidak meraih penghargaan apapun.
Jabat Erat
VIKING PERSIB CLUB
-- YOEDI BADUY —
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dimuat juga di Akar Rumput Zine Vol. #4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar