Vladimir Vujovic, dibesarkan dengan keringat sang ayah yang menjadi striker di klub kebanggaan kotanya, Mogren Budva. Di Mogren Budva juga, Vlado, sapaan akrabnya, mendapatkan kontrak pertama kali sebagai pesepakbola profesional pada usia 17 tahun. Belasan klub telah ia bela. Sampai akhirnya, Desember 2013, ia resmi bergabung dengan skuad Persib. Klub yang tak pernah terpikirkan oleh nya apalagi akan menghabiskan banyak musim. Jarang sekali Vlado menghabiskan lebih dari satu musim bersama klub-klub sebelumnya, bahkan membela klub di Montenegro pun tak lebih dari tiga tahun. Tapi bersama Persib, ia sudah menjalani tiga musim plus satu tahun tak menentu akibat kondisi sepakbola yang dirusak oleh orang-orang banyak kepentingan.
Tapi di Bandunglah Vladimir Vujovic menemukan cinta, seperti yang ia tuliskan pada buku Hati Biru “Aku memang pemain asing dengan perbedaan bahasa, budaya, agama, kebiasaan, dan lainnya. Tapi, sependek pengetahuanku, cinta dan persaudaraan adalah Bahasa universal yang bisa dipahami semua manusia. Aku merasakan itu di Persib”. Ia banyak mendapatkan hal baru di Bandung, seperti stadion yang penuh oleh lautan manusia, bahkan untuk ukuran uji coba seperti melawan DC United yang merupakan uji coba pertama Vlado bersama Persib, pada saat itu untuk pertama kalinya ia merasakan atmosphere baru, ia melihat sepanjang perjalanan dari Mess Persib ke Jalak Harupat dipenuhi oleh orang-orang yang berdiri dipinggir jalan menyambut dengan gembira klub kebanggaannya yang padahal cuma melintas beberapa detik saja di hadapan mereka. Juga latihan yang tak pernah sepi penonton. Dan yang terpenting adalah ambisi kuat Persib untuk menjadi Juara, hal penting yang sesuai dengan kepribadiannya, yaitu ingin selalu menjadi pemenang. Seperti apa yang ia tulis dalam autobiografinya “Aku selalu ingin menjadi pemenang. Aku benci kekalahan. Meskipun aku tahu, hari sial itu akan selalu ada. Tidak ada satu pun tim atau pemain yang tidak pernah mengalami kekalahan. Tapi, sekali lagi, aku benci kalah. Aku akan berusaha untuk menang sampai aku pensiun nanti dan dikenang sebagai pemenang.”
Dan membenci kekalahan tersebut ia buktikan bukan dengan hanya sekedar ucapan. Dengan kebenciannya, ia akan ikut naik untuk membantu mencetak gol ketika Persib tertinggal. Hasilnya 2 gol penting di menit akhir, gol menit 93 melawan Mitra Kukar di delapan besar ISL 2014 yang mengunci posisi Persib sehingga sudah dipastikan lolos ke semifinal walau masih ada satu pertandingan sisa dan juga gol penyeimbang, pembangkit semangat di semifinal ISL 2014 melawan Arema.
Bukan sekedar gol, benci kekalahan juga ia buktikan dengan tidak segannya mengkritik permainan teman sendiri, seperti yang terjadi ketika Persib kalah 4-0 dari Semen Padang, semua pemain tak luput dari kemarahannya, seperti yang diberitakan oleh salah satu media online. Dan itu bukan satu-satunya, Konate yang menjadi salah satu andalan ketika menjadi juara ISL dan Piala Presiden pun tak luput dari kritikannya, bahkan coach Djanur pun pernah ia kritik ketika mengubah formasi menjadi 3 bek dan gagal, serta yang paling parah menurut saya adalah ketika menendang dada Coulibally di ruang ganti ketika kalah dari PBR. Kisah-kisah tersebut ia tuliskan dalam autobiografinya.
Vlado adalah tipe pemain yang paham betul akan keberadaan suporter. Adrenalin untuk menang akan bertambah naik ketika riuh suporter terdengar dengan kencang, apalagi ketika mendengar namanya diteriakkan oleh seisi stadion. Ia juga tipe pemain yang mengerti bagaimana melawan tim yang banyak disebut sebagai rival ataupun tim yang merendahkan Persib. Ada yang pernah lihat tweet Vlado setelah melawan Ajax Amsterdam? Beruntungnya, saya mengabadikan tweet tersebut dengan me-screen shoot tweet tersebut, karena jarang sekali pemain di Indonesia melakukan 'banter' di media social nya kepada klub lain apalagi klub tersebut adalah klub yang banyak disebut media sebagai rival. Isi tweet tersebut adalah ucapan terimakasih kepada Ajax yang telah datang dan mau bermain dengan Persib lalu ia mengatakan bahwa Persib bermain dengan baik seperti laki-laki bukan seperti beberapa wanita tiga hari lalu di Jakarta, karena kita Persib bukan Parkir bus (Tiga hari sebelum melawan Persib, Ajax terlebih dahulu melawan Persija). Tweet tersebut nampaknya ia maksudkan atas kekecewaan kepada cara bermain Persija saat melawan Persib di Bandung. Hal tersebut juga ia tuliskan dalam bukunya “Aku bahkan merasa pemanasanku sebelum laga lebih melelahkan dari pada menjalani seluruh pertandingan pada saat itu” dan juga “lawan-lawan sering datang untuk memagari gawang dengan 11 pemain bertahan. Bahkan, lebih dari strategi parkir bus, seperti yang dilakukan Persija di Bandung”.
Dan yang paling keren menurut saya adalah ketika menerjang dada kiper Borneo Fc di perempat final Piala Presiden, saya pernah sedikit berbincang dengan Vlado di Bekasi ketika akan bertanding pada laga uji coba, saya menunjukan foto terjangan tersebut, lalu Vlado berkata, kira-kira begini “saya lakukan karena atas apa yang pemain Borneo lakukan di Samarinda, mereka banyak menendang, memukul dan lainnya tapi jangankan kartu, peringatan dari wasit pun tidak ada”. Lalu apa yang dilakukan Vlado saat menghadiri konferensi pers setelah pertandingan melawan Borneo itu pun sangat keren menurut saya, dengan kata-kata yang telah ia persiapkan, ia berkata “Dear coach, don't fly so high, when you fall down it's paintfull so much. Respect the champions, to be respected. Don't minimize our result from the last year, because we are still champions!”. Persib menang skor dan harga diri pada saat itu.
Namun kemudian, 18 November 2017, kabar kurang mengenakan tentang Vladimir Vujovic menjadi panas di dunia maya. Ada yang mengabarkan bahwa Vlado tidak akan bertahan di Persib dan siap untuk negoisasi dengan tim lain di liga 1 dikarenakan keengganannya menjadi nomor dua. Layaknya beberapa cinta antar manusia, cinta yang ditemukan Vlado di Persib tak berakhir dengan manis. Walaupun ada sedikit sesal karena perpisahan yang terjadi tak seindah dengan apa yang telah ia lakukan dan raih untuk Persib serta performa Vlado dengan barisan pertahanannya bukan menjadi alasan utama bobroknya musim ini, toh, jumlah kebobolan Persib musim ini berada di peringkat kedua terbaik. Namun, kutipan Vlado di bukunya sangat benar bahwa pemain datang dan pergi silih berganti, menyisakan memori dan histori. Tetapi, tidak pernah ada nama pemain yang lebih besar daripada reputasi klub itu sendiri.
Terimakasih untuk piala yang menjadikan generasi saya tidak hanya sekedar sebagai pendengar dongeng bagaimana hebatnya Persib dahulu. Vladimir Vujovic serta 10 pemain lain yang mengisi starting eleven pada final ISL 2014 akan terus ada dalam ingatan.
Jika ayah, paman, kakek, buyut ataupun generasi-generasi lebih tua dari kita dulu menceritakan bagaimana hebatnya Adeng Hudaya atau tinggi besarnya Robby Darwis. Kelak, saya akan menceritakan kepada anak cucu saya bagaimana Vladimir Vujovic bertarung dengan semangat tak ingin kalahnya.
Semoga kutipan Atep di buku Hati Biru akan tetap abadi bahwa ia bersama Persib sangat beruntung tidak harus menghadapi Vlado sebagai lawan.
Dan juga semoga Vlado tidak meralat kata-kata yang ia sisipkan di bukunya, yaitu “Dan di Indonesia, aku hanya akan membela Persib, klub terbaik dan terbesar di negara itu”. Semoga.
Esai ini juga dimuat di Akar Rumput Zine Vol. #2 ( https://drive.google.com/file/d/1Gk19I7C81mzKycerjGEL8h0eudw-2S7v/view )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar