Minggu, 10 Desember 2017

Dari Balkan, Sang Pembenci Kekalahan!

      Vladimir Vujovic, dibesarkan dengan keringat sang ayah yang menjadi striker di klub kebanggaan kotanya, Mogren Budva. Di Mogren Budva juga, Vlado, sapaan akrabnya, mendapatkan kontrak pertama kali sebagai pesepakbola profesional pada usia 17 tahun. Belasan klub telah ia bela. Sampai akhirnya, Desember 2013, ia resmi bergabung dengan skuad Persib. Klub yang tak pernah terpikirkan oleh nya apalagi akan menghabiskan banyak musim. Jarang sekali Vlado menghabiskan lebih dari satu musim bersama klub-klub sebelumnya, bahkan membela klub di Montenegro pun tak lebih dari tiga tahun. Tapi bersama Persib, ia sudah menjalani tiga musim plus satu tahun tak menentu akibat kondisi sepakbola yang dirusak oleh orang-orang banyak kepentingan.
Tapi di Bandunglah Vladimir Vujovic menemukan cinta, seperti yang ia tuliskan pada buku Hati Biru “Aku memang pemain asing dengan perbedaan bahasa, budaya, agama, kebiasaan, dan lainnya. Tapi, sependek pengetahuanku, cinta dan persaudaraan adalah Bahasa universal yang bisa dipahami semua manusia. Aku merasakan itu di Persib”. Ia banyak mendapatkan hal baru di Bandung, seperti stadion yang penuh oleh lautan manusia, bahkan untuk ukuran uji coba seperti melawan DC United yang merupakan uji coba pertama Vlado bersama Persib, pada saat itu untuk pertama kalinya ia merasakan atmosphere baru, ia melihat sepanjang perjalanan dari Mess Persib ke Jalak Harupat dipenuhi oleh orang-orang yang berdiri dipinggir jalan menyambut dengan gembira klub kebanggaannya yang padahal cuma melintas beberapa detik saja di hadapan mereka. Juga latihan yang tak pernah sepi penonton. Dan yang terpenting adalah ambisi kuat Persib untuk menjadi Juara, hal penting yang sesuai dengan kepribadiannya, yaitu ingin selalu menjadi pemenang. Seperti apa yang ia tulis dalam autobiografinya “Aku selalu ingin menjadi pemenang. Aku benci kekalahan. Meskipun aku tahu, hari sial itu akan selalu ada. Tidak ada satu pun tim atau pemain yang tidak pernah mengalami kekalahan. Tapi, sekali lagi, aku benci kalah. Aku akan berusaha untuk menang sampai aku pensiun nanti dan dikenang sebagai pemenang.”
Dan membenci kekalahan tersebut ia buktikan bukan dengan hanya sekedar ucapan. Dengan kebenciannya, ia akan ikut naik untuk membantu mencetak gol ketika Persib tertinggal. Hasilnya 2 gol penting di menit akhir, gol menit 93 melawan Mitra Kukar di delapan besar ISL 2014 yang mengunci posisi Persib sehingga sudah dipastikan lolos ke semifinal walau masih ada satu pertandingan sisa dan juga gol penyeimbang, pembangkit semangat di semifinal ISL 2014 melawan Arema. 
Bukan sekedar gol, benci kekalahan juga ia buktikan dengan tidak segannya mengkritik permainan teman sendiri, seperti yang terjadi ketika Persib kalah 4-0 dari Semen Padang, semua pemain tak luput dari kemarahannya, seperti yang diberitakan oleh salah satu media online. Dan itu bukan satu-satunya, Konate yang menjadi salah satu andalan ketika menjadi juara ISL dan Piala Presiden pun tak luput dari kritikannya, bahkan coach Djanur pun pernah ia kritik ketika mengubah formasi menjadi 3 bek dan gagal, serta yang paling parah menurut saya adalah ketika menendang dada Coulibally di ruang ganti ketika kalah dari PBR. Kisah-kisah tersebut ia tuliskan dalam autobiografinya.
Vlado adalah tipe pemain yang paham betul akan keberadaan suporter. Adrenalin untuk menang akan bertambah naik ketika riuh suporter terdengar dengan kencang, apalagi ketika mendengar namanya diteriakkan oleh seisi stadion. Ia juga tipe pemain yang mengerti bagaimana melawan tim yang banyak disebut sebagai rival ataupun tim yang merendahkan Persib. Ada yang pernah lihat tweet Vlado setelah melawan Ajax Amsterdam? Beruntungnya, saya mengabadikan tweet tersebut dengan me-screen shoot tweet tersebut, karena jarang sekali pemain di Indonesia melakukan 'banter' di media social nya kepada klub lain apalagi klub tersebut adalah klub yang banyak disebut media sebagai rival. Isi tweet tersebut adalah ucapan terimakasih kepada Ajax yang telah datang dan mau bermain dengan Persib lalu ia mengatakan bahwa Persib bermain dengan baik seperti laki-laki bukan seperti beberapa wanita tiga hari lalu di Jakarta, karena kita Persib bukan Parkir bus (Tiga hari sebelum melawan Persib, Ajax terlebih dahulu melawan Persija). Tweet tersebut nampaknya ia maksudkan atas kekecewaan kepada cara bermain Persija saat melawan Persib di Bandung. Hal tersebut juga ia tuliskan dalam bukunya “Aku bahkan merasa pemanasanku sebelum laga lebih melelahkan dari pada menjalani seluruh pertandingan pada saat itu”  dan juga “lawan-lawan sering datang untuk memagari gawang dengan 11 pemain bertahan. Bahkan, lebih dari strategi parkir bus, seperti yang dilakukan Persija di Bandung”. 
        Dan yang paling keren menurut saya adalah ketika menerjang dada kiper Borneo Fc di perempat final Piala Presiden, saya pernah sedikit berbincang dengan Vlado di Bekasi ketika akan bertanding pada laga uji coba, saya menunjukan foto terjangan tersebut, lalu Vlado berkata, kira-kira begini “saya lakukan karena atas apa yang pemain Borneo lakukan di Samarinda, mereka banyak menendang, memukul dan lainnya tapi jangankan kartu, peringatan dari wasit pun tidak ada”. Lalu apa yang dilakukan Vlado saat menghadiri konferensi pers setelah pertandingan melawan Borneo itu pun sangat keren menurut saya, dengan kata-kata yang telah ia persiapkan, ia berkata “Dear coach, don't fly so high, when you fall down it's paintfull so much. Respect the champions, to be respected. Don't minimize our result from the last year, because we are still champions!”. Persib menang skor dan harga diri pada saat itu.
Namun kemudian, 18 November 2017, kabar kurang mengenakan tentang Vladimir Vujovic menjadi panas di dunia maya. Ada yang mengabarkan bahwa Vlado tidak akan bertahan di Persib dan siap untuk negoisasi dengan tim lain di liga 1 dikarenakan keengganannya menjadi nomor dua. Layaknya beberapa cinta antar manusia, cinta yang ditemukan Vlado di Persib tak berakhir dengan manis. Walaupun ada sedikit sesal karena perpisahan yang terjadi tak seindah dengan apa yang telah ia lakukan dan raih untuk Persib serta performa Vlado dengan barisan pertahanannya bukan menjadi alasan utama bobroknya musim ini, toh, jumlah kebobolan Persib musim ini berada di peringkat kedua terbaik. Namun, kutipan Vlado di bukunya sangat benar bahwa pemain datang dan pergi silih berganti, menyisakan memori dan histori. Tetapi, tidak pernah ada nama pemain yang lebih besar daripada reputasi klub itu sendiri. 
       Terimakasih untuk piala yang menjadikan generasi saya tidak hanya sekedar sebagai pendengar dongeng bagaimana hebatnya Persib dahulu. Vladimir Vujovic serta 10 pemain lain yang mengisi starting eleven pada final ISL 2014 akan terus ada dalam ingatan.
Jika ayah, paman, kakek, buyut ataupun generasi-generasi lebih tua dari kita dulu menceritakan bagaimana hebatnya Adeng Hudaya atau tinggi besarnya Robby Darwis. Kelak, saya akan menceritakan kepada anak cucu saya bagaimana Vladimir Vujovic bertarung dengan semangat tak ingin kalahnya.
     Semoga kutipan Atep di buku Hati Biru akan tetap abadi bahwa ia bersama Persib sangat beruntung tidak harus menghadapi Vlado sebagai lawan. 
     Dan juga semoga Vlado tidak meralat kata-kata yang ia sisipkan di bukunya, yaitu “Dan di Indonesia, aku hanya akan membela Persib, klub terbaik dan terbesar di negara itu”. Semoga.



     Esai ini juga dimuat di Akar Rumput Zine Vol. #2 ( https://drive.google.com/file/d/1Gk19I7C81mzKycerjGEL8h0eudw-2S7v/view )



Kamis, 23 November 2017

SIAPAPUN PELATIHNYA, BERIKAN KEBEBASAN!

Alkisah pada tahun 2014, ketika Persib berhasil memenangkan pertandingan semifinal LSI 2014 melawan Arema, euphoria pemain sangat tinggi, bahkan sampai menangis haru, seakan Persib sudah juara, padahal baru memenangkan semifinal, bukan final! Firman Utina, kapten sesungguhnya pada masa saat tertinggal 2 gol pun bisa membalikkan keadaan itu menyadari bahwa hal tersebut terlalu berlebihan karena euphoria yang sedang tim Persib alami tersebut sama dengan apa yang dirasakan ketika Sang Kapten membela Timnas dan mantan timnya masuk final yang berakhir dengan Runner Up. Sebagai pemain senior, dengan kebijaksanaanya, beliau menyarankan kepada pelatih dan manager untuk bisa sedikit meredam euphoria tersebut dan hasilnya: JUARA!
Alkisah yang kedua, pada saat itu Vlado tidak ditemani Jupe dalam mengawal pertahanan Persib, kalau tidak salah saat pertandingan AFC Cup di Jalak Harupat, saya ingat betul pada saat itu karena posisi saya di tribun tepat di depan pertahanan Persib, beberapa kali Vlado menunjukan gerak tubuh kecewa kepada tandem center backnya tersebut. Dan puncaknya ketika lawan bisa mencetak gol, adu mulut pun berlangsung ditengah lapangan bahkan ketika pertandingan belum selesai, ketidakharmonisan yang sangat parah saya kira. Setelah pertandingan Firman Utina menghampiri Bobotoh yang sedang berada di Stadion Persib, salah satu Bobotoh ada yang bertanya mengenai insiden tersebut. Dengan kalemnya beliau menjawab “Saya sudah sarankan kepada pelatih untuk melihat tayangan ulang pertandingan tadi, jadi bisa tau apa yang salahnya agar tidak subjektif” hasilnya: Tim tetap kondusif!
Ketika tim sedang memulai persiapan untuk liga TSC 2016, dengan segala pemberitaan yang kurang mengenakan, Sang Kapten, Firman Utina memutuskan untuk tidak berbaju biru lagi. Kehilangan sosok walaupun ada Hariono yang ketika sedang memakai ban kapten akan selalu menjadi orang pertama yang protes terhadap wasit yang memberikan keputusan yang kurang memuaskan atau selalu menjadi orang yang paling depan ketika sedang ada keributan di tengah lapangan. Namun tetap ada yang berbeda. Sosok itu hilang.
Kompetisi TSCpun berakhir dengan tidak ada yang bisa menyamai standar sosok kapten tersebut. Djajang Nurjaman, pelatih dengan gelar terlengkap sebagai pemain, asisten pelatih dan pelatih itu menyadari hal tersebut. Ketika pra musim Liga 2017 dimulai, Pelatih dan Sang Manager sudah setuju untuk memulangkan Sang Kapten agar ada sosok yang bisa mendinginkan kondisi tim jika sedang panas, memanaskan kondisi tim jika sedang dingin, mencairkan suasana dengan candaannya, dan para pemainpun setuju, mungkin ingin ada sosok yang bisa membuat pemain lain hanya memikirkan bagaimana mereka memberikan permainan terbaiknya, sisanya Firman Utina yang atur. tapi ceunah euceuk mereun karena ada noda pada sang kapten pada saat pindah dari Persib, Sang Bos Besar Persib menolak  keinginan pelatih untuk memulangkan sang kapten. Ego lebih tinggi dari pada kepentingan tim.
Ceunah, euceuk meureun oge hal tersebut juga dialami oleh pelatih dari tanah Serbia, dengan paketan pemain dan asisten pelatih, beliau datang ke Persib, hampir semua paketan pelatih tersebut disetujui oleh Bos Besar tapi ada satu yang ditolak. Entah keputusan itu salah atau benar namun tak lama dari keputusan itu, sang pemain terpilih untuk berjuang bersama skuad timnas u-19 dan sekarang pemain tersebut menjadi salah satu pemin U-23 yang menonjol, masuk timnas asuhan Luis Milla dan bahkan mencetak gol di laga final turnamen pra musim 2017. Ego yang bahkan tidak bisa dikalahkan oleh pelatih berlisensi UEFA A. Itu lisensi pelatih tertinggi di Eropa, bukan?
2017 angin segar menghampiri sepakbola Indonesia, PSSI dicabut hukumannya oleh FIFA, PSSI memiliki ketua umum baru dan yang terpeting liga resmi akan segera dimulai! Djajang Nurjaman kembali dipercaya menjadi pelatih. Persiapan dimulai hanya berselang beberapa hari atau minggu sejak TSC selesai, mungkin bisa dikatakan menjadi salah satu tim yang mempersiapkan timnya paling awal, hanya berselang beberapa hari, tim memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak sebagian besar pemainnya. Gembar-gembor  pemain yang sudah deal untuk kembali dan pemain baru yang akan berlabuh ke Persib pun hanya berselang beberapa hari dari berita banyaknya pemain yang tak dipertahankan. Namun ini Indonesia, keputusan yang sudah 100% berhasilpun bisa jadi gagal.
Pra musim dimulai yang menurut saya “Gak Djanur Banget”, entah itu adalah gaya baru dari Djanur yang sehabis pulang dari “pengasingan”nya. Jika pada  pra musim 2013-2014 diisi dengan melawan belasan tim-tim lokal, berbeda dengan pramusim musim 2017 yang hanya berselang beberapa minggu sudah harus mengikuti turnamen yang berat dengan kondisi tim yang tidak sempurna akibat transfer pemain yang gagal, tidak ada playmaker yang seperti pelatih inginkan, tidak ada striker tambahan dan harus mengemban target tinggi yaitu juara. Iri rasanya ketika mendengar bahwa PBFC tidak menurunkan tim utamanya ataupun PSM yang tidak menjadikan juara sebagai targetnya, bahkan pelatih PSM awalnya menolak ikut serta.
Banyak kabar di berita online ataupun cetak yang mengutip bahwa pelatih membutuhkan gelandang serang dan Striker asing tambahan. Walaupun ada gengsi yang naik ketika berhasil mendatangkan Michael Essien dan Carlton Cole tapi harus diakui sekarang, bahwa mereka bukan apa yang pelatih inginkan. Jika keduanya adalah keinginan pelatih, berarti pelatih telah gagal karena sampai pertandingan ke-9 ini keduanya tidak pernah main full sekalipun. Iri ketika melihat apa yang pemain asing PSM lakukan apalagi melihat marque playernya.
Suatu malam di Stadion Persib, para gegeden PT. PBB sedang berkunjung ke mess pemain. Sedikit mendengar apa yang beliau-beliau bicarakan, bahwa Stadion persib akan dikelola oleh PT.PBB, mess pemain dan rumput lapangan akan diperbaiki, akan ada tempat fitness, dll. Dan yang cukup mengagetkan adalah bahwa beliau hampir berhasil akan mendatangkan Ronaldinho ke Persib. Jangankan pelatih, gegeden lainnya pun kaget. Hampir berhasil dengan sebelumnya tanpa ada komunikasi terlebih dahulu. Essien dan Cole gimana? Pilihan pelatih? Kan pelatih inginnya gelandang serang tapi naha nu datangna Essien? Kan aya Maitimo? Hasilna? BUTUT!
Sembilan pertandingan berlalu dengan hasil yang jelek untuk target juara. Hormat besar untuk Bobotoh yang turun kelapangan ketika gol kedua TNI namun kecewa dengan ke-legeg-an setelahnya. Saya ingat ketika pertandingan melawan Madura pada TSC 2016, maen butut dengan hasil satu kali menang dari empat pertandingan, geram dengan cara dan hasil pertandingan kelima tersebut, saya dan teman-teman memutuskan untuk mencegat pemain dan pelatih sebelum masuk bus. Ekspektasi tinggi dengan modal Juara Liga 2014 dan Piala Presiden ditambah dengan pelatih baru yang berlisensi UEFA A yang sebelumnya bisa membawa timnya ke fase semifinal ISL 2014 dengan skuad dan keadaan tim tak sebaik Persib saya kira. Dengan modal alasan tersebut kami bulat untuk protes kepada pemain dan pelatih ketika akan masuk bus. Sang pelatih marah, teman saya habis beliau marahi.
Keadaan sekarang membuat saya ingat momen itu, apalagi ketika melihat Bobotoh yang turun ke lapangan ketika gol kedua TNI. Hastag DjanurOut pun sudah banyak bermunculan sejak beberapa pertandingan kebelakang. Tapi apakah Djanur out adalah jawaban yang akan membuat Persib lebih baik?
Jangankan pelatih yang hanya berlisensi AFC B, sudah berapa pelatih UEFA A yang jangankan membawa juara, kuat sampai akhir musimpun tidak. Ditambah dengan jika melihat twitter salah satu mantan pelatih Persib, yang mengatakan bahwa pelatih harus kerja bebas, tidak ada instruksi dari orang lain.
Oleh karena itu, teruntuk para Stakeholder Persib Bandung, dengan meminjam kata-kata yang fenomenal dari Alm. Mang Ayi:

“TUNTUTAN SAYA SUDAH JELAS, TIDAK ADA NEGOISASI, SAYA MINTA SIAPAPUN PELATIHNYA, BERIKAN KEBEBASAN!