Alkisah pada tahun 2014, ketika Persib berhasil memenangkan
pertandingan semifinal LSI 2014 melawan Arema, euphoria pemain sangat tinggi,
bahkan sampai menangis haru, seakan Persib sudah juara, padahal baru memenangkan
semifinal, bukan final! Firman Utina, kapten sesungguhnya pada masa saat
tertinggal 2 gol pun bisa membalikkan keadaan itu menyadari bahwa hal tersebut
terlalu berlebihan karena euphoria yang sedang tim Persib alami tersebut sama
dengan apa yang dirasakan ketika Sang Kapten membela Timnas dan mantan timnya
masuk final yang berakhir dengan Runner Up. Sebagai pemain senior, dengan
kebijaksanaanya, beliau menyarankan kepada pelatih dan manager untuk bisa
sedikit meredam euphoria tersebut dan hasilnya: JUARA!
Alkisah yang kedua, pada saat itu Vlado tidak ditemani Jupe dalam
mengawal pertahanan Persib, kalau tidak salah saat pertandingan AFC Cup di
Jalak Harupat, saya ingat betul pada saat itu karena posisi saya di tribun
tepat di depan pertahanan Persib, beberapa kali Vlado menunjukan gerak tubuh
kecewa kepada tandem center backnya tersebut. Dan puncaknya ketika lawan bisa
mencetak gol, adu mulut pun berlangsung ditengah lapangan bahkan ketika
pertandingan belum selesai, ketidakharmonisan yang sangat parah saya kira.
Setelah pertandingan Firman Utina menghampiri Bobotoh yang sedang berada di Stadion
Persib, salah satu Bobotoh ada yang bertanya mengenai insiden tersebut. Dengan
kalemnya beliau menjawab “Saya sudah sarankan kepada pelatih untuk melihat
tayangan ulang pertandingan tadi, jadi bisa tau apa yang salahnya agar tidak
subjektif” hasilnya: Tim tetap kondusif!
Ketika tim sedang memulai persiapan untuk liga TSC 2016,
dengan segala pemberitaan yang kurang mengenakan, Sang Kapten, Firman Utina memutuskan
untuk tidak berbaju biru lagi. Kehilangan sosok walaupun ada Hariono yang
ketika sedang memakai ban kapten akan selalu menjadi orang pertama yang protes
terhadap wasit yang memberikan keputusan yang kurang memuaskan atau selalu
menjadi orang yang paling depan ketika sedang ada keributan di tengah lapangan.
Namun tetap ada yang berbeda. Sosok itu hilang.
Kompetisi TSCpun berakhir dengan tidak ada yang bisa menyamai
standar sosok kapten tersebut. Djajang Nurjaman, pelatih dengan gelar
terlengkap sebagai pemain, asisten pelatih dan pelatih itu menyadari hal
tersebut. Ketika pra musim Liga 2017 dimulai, Pelatih dan Sang Manager sudah
setuju untuk memulangkan Sang Kapten agar ada sosok yang bisa mendinginkan
kondisi tim jika sedang panas, memanaskan kondisi tim jika sedang dingin,
mencairkan suasana dengan candaannya, dan para pemainpun setuju, mungkin ingin
ada sosok yang bisa membuat pemain lain hanya memikirkan bagaimana mereka
memberikan permainan terbaiknya, sisanya Firman Utina yang atur. tapi ceunah euceuk mereun karena ada noda
pada sang kapten pada saat pindah dari Persib, Sang Bos Besar Persib
menolak keinginan pelatih untuk
memulangkan sang kapten. Ego lebih tinggi dari pada kepentingan tim.
Ceunah, euceuk meureun oge hal tersebut juga dialami oleh
pelatih dari tanah Serbia, dengan paketan pemain dan asisten pelatih, beliau
datang ke Persib, hampir semua paketan pelatih tersebut disetujui oleh Bos
Besar tapi ada satu yang ditolak. Entah keputusan itu salah atau benar namun tak
lama dari keputusan itu, sang pemain terpilih untuk berjuang bersama skuad
timnas u-19 dan sekarang pemain tersebut menjadi salah satu pemin U-23 yang
menonjol, masuk timnas asuhan Luis Milla dan bahkan mencetak gol di laga final
turnamen pra musim 2017. Ego yang bahkan tidak bisa dikalahkan oleh pelatih
berlisensi UEFA A. Itu lisensi pelatih tertinggi di Eropa, bukan?
2017 angin segar menghampiri sepakbola Indonesia, PSSI
dicabut hukumannya oleh FIFA, PSSI memiliki ketua umum baru dan yang terpeting
liga resmi akan segera dimulai! Djajang Nurjaman kembali dipercaya menjadi
pelatih. Persiapan dimulai hanya berselang beberapa hari atau minggu sejak TSC
selesai, mungkin bisa dikatakan menjadi salah satu tim yang mempersiapkan
timnya paling awal, hanya berselang beberapa hari, tim memutuskan untuk tidak
memperpanjang kontrak sebagian besar pemainnya. Gembar-gembor pemain yang sudah deal untuk kembali dan
pemain baru yang akan berlabuh ke Persib pun hanya berselang beberapa hari dari
berita banyaknya pemain yang tak dipertahankan. Namun ini Indonesia, keputusan
yang sudah 100% berhasilpun bisa jadi gagal.
Pra musim dimulai yang menurut saya “Gak Djanur Banget”,
entah itu adalah gaya baru dari Djanur yang sehabis pulang dari
“pengasingan”nya. Jika pada pra musim
2013-2014 diisi dengan melawan belasan tim-tim lokal, berbeda dengan pramusim
musim 2017 yang hanya berselang beberapa minggu sudah harus mengikuti turnamen
yang berat dengan kondisi tim yang tidak sempurna akibat transfer pemain yang
gagal, tidak ada playmaker yang seperti pelatih inginkan, tidak ada striker
tambahan dan harus mengemban target tinggi yaitu juara. Iri rasanya ketika
mendengar bahwa PBFC tidak menurunkan tim utamanya ataupun PSM yang tidak
menjadikan juara sebagai targetnya, bahkan pelatih PSM awalnya menolak ikut
serta.
Banyak kabar di berita online ataupun cetak yang mengutip
bahwa pelatih membutuhkan gelandang serang dan Striker asing tambahan. Walaupun
ada gengsi yang naik ketika berhasil mendatangkan Michael Essien dan Carlton
Cole tapi harus diakui sekarang, bahwa mereka bukan apa yang pelatih inginkan. Jika
keduanya adalah keinginan pelatih, berarti pelatih telah gagal karena sampai
pertandingan ke-9 ini keduanya tidak pernah main full sekalipun. Iri ketika
melihat apa yang pemain asing PSM lakukan apalagi melihat marque playernya.
Suatu malam di Stadion Persib, para gegeden PT. PBB sedang berkunjung ke mess pemain. Sedikit mendengar
apa yang beliau-beliau bicarakan, bahwa Stadion persib akan dikelola oleh
PT.PBB, mess pemain dan rumput lapangan akan diperbaiki, akan ada tempat
fitness, dll. Dan yang cukup mengagetkan adalah bahwa beliau hampir berhasil
akan mendatangkan Ronaldinho ke Persib. Jangankan pelatih, gegeden lainnya pun kaget. Hampir berhasil dengan sebelumnya tanpa
ada komunikasi terlebih dahulu. Essien dan Cole gimana? Pilihan pelatih? Kan
pelatih inginnya gelandang serang tapi naha
nu datangna Essien? Kan aya Maitimo? Hasilna? BUTUT!
Sembilan pertandingan berlalu dengan hasil yang jelek untuk
target juara. Hormat besar untuk Bobotoh yang turun kelapangan ketika gol kedua
TNI namun kecewa dengan ke-legeg-an
setelahnya. Saya ingat ketika pertandingan melawan Madura pada TSC 2016, maen butut dengan hasil satu kali menang
dari empat pertandingan, geram dengan cara dan hasil pertandingan kelima tersebut,
saya dan teman-teman memutuskan untuk mencegat pemain dan pelatih sebelum masuk
bus. Ekspektasi tinggi dengan modal Juara Liga 2014 dan Piala Presiden ditambah
dengan pelatih baru yang berlisensi UEFA A yang sebelumnya bisa membawa timnya
ke fase semifinal ISL 2014 dengan skuad dan keadaan tim tak sebaik Persib saya
kira. Dengan modal alasan tersebut kami bulat untuk protes kepada pemain dan
pelatih ketika akan masuk bus. Sang pelatih marah, teman saya habis beliau
marahi.
Keadaan sekarang membuat saya ingat momen itu, apalagi ketika
melihat Bobotoh yang turun ke lapangan ketika gol kedua TNI. Hastag DjanurOut
pun sudah banyak bermunculan sejak beberapa pertandingan kebelakang. Tapi
apakah Djanur out adalah jawaban yang akan membuat Persib lebih baik?
Jangankan pelatih yang hanya berlisensi AFC B, sudah berapa
pelatih UEFA A yang jangankan membawa juara, kuat sampai akhir musimpun tidak.
Ditambah dengan jika melihat twitter salah satu mantan pelatih Persib, yang
mengatakan bahwa pelatih harus kerja bebas, tidak ada instruksi dari orang
lain.
Oleh karena itu, teruntuk para Stakeholder Persib Bandung,
dengan meminjam kata-kata yang fenomenal dari Alm. Mang Ayi:
“TUNTUTAN
SAYA SUDAH JELAS, TIDAK ADA NEGOISASI, SAYA MINTA SIAPAPUN PELATIHNYA, BERIKAN KEBEBASAN!”