Kamis, 23 November 2017

SIAPAPUN PELATIHNYA, BERIKAN KEBEBASAN!

Alkisah pada tahun 2014, ketika Persib berhasil memenangkan pertandingan semifinal LSI 2014 melawan Arema, euphoria pemain sangat tinggi, bahkan sampai menangis haru, seakan Persib sudah juara, padahal baru memenangkan semifinal, bukan final! Firman Utina, kapten sesungguhnya pada masa saat tertinggal 2 gol pun bisa membalikkan keadaan itu menyadari bahwa hal tersebut terlalu berlebihan karena euphoria yang sedang tim Persib alami tersebut sama dengan apa yang dirasakan ketika Sang Kapten membela Timnas dan mantan timnya masuk final yang berakhir dengan Runner Up. Sebagai pemain senior, dengan kebijaksanaanya, beliau menyarankan kepada pelatih dan manager untuk bisa sedikit meredam euphoria tersebut dan hasilnya: JUARA!
Alkisah yang kedua, pada saat itu Vlado tidak ditemani Jupe dalam mengawal pertahanan Persib, kalau tidak salah saat pertandingan AFC Cup di Jalak Harupat, saya ingat betul pada saat itu karena posisi saya di tribun tepat di depan pertahanan Persib, beberapa kali Vlado menunjukan gerak tubuh kecewa kepada tandem center backnya tersebut. Dan puncaknya ketika lawan bisa mencetak gol, adu mulut pun berlangsung ditengah lapangan bahkan ketika pertandingan belum selesai, ketidakharmonisan yang sangat parah saya kira. Setelah pertandingan Firman Utina menghampiri Bobotoh yang sedang berada di Stadion Persib, salah satu Bobotoh ada yang bertanya mengenai insiden tersebut. Dengan kalemnya beliau menjawab “Saya sudah sarankan kepada pelatih untuk melihat tayangan ulang pertandingan tadi, jadi bisa tau apa yang salahnya agar tidak subjektif” hasilnya: Tim tetap kondusif!
Ketika tim sedang memulai persiapan untuk liga TSC 2016, dengan segala pemberitaan yang kurang mengenakan, Sang Kapten, Firman Utina memutuskan untuk tidak berbaju biru lagi. Kehilangan sosok walaupun ada Hariono yang ketika sedang memakai ban kapten akan selalu menjadi orang pertama yang protes terhadap wasit yang memberikan keputusan yang kurang memuaskan atau selalu menjadi orang yang paling depan ketika sedang ada keributan di tengah lapangan. Namun tetap ada yang berbeda. Sosok itu hilang.
Kompetisi TSCpun berakhir dengan tidak ada yang bisa menyamai standar sosok kapten tersebut. Djajang Nurjaman, pelatih dengan gelar terlengkap sebagai pemain, asisten pelatih dan pelatih itu menyadari hal tersebut. Ketika pra musim Liga 2017 dimulai, Pelatih dan Sang Manager sudah setuju untuk memulangkan Sang Kapten agar ada sosok yang bisa mendinginkan kondisi tim jika sedang panas, memanaskan kondisi tim jika sedang dingin, mencairkan suasana dengan candaannya, dan para pemainpun setuju, mungkin ingin ada sosok yang bisa membuat pemain lain hanya memikirkan bagaimana mereka memberikan permainan terbaiknya, sisanya Firman Utina yang atur. tapi ceunah euceuk mereun karena ada noda pada sang kapten pada saat pindah dari Persib, Sang Bos Besar Persib menolak  keinginan pelatih untuk memulangkan sang kapten. Ego lebih tinggi dari pada kepentingan tim.
Ceunah, euceuk meureun oge hal tersebut juga dialami oleh pelatih dari tanah Serbia, dengan paketan pemain dan asisten pelatih, beliau datang ke Persib, hampir semua paketan pelatih tersebut disetujui oleh Bos Besar tapi ada satu yang ditolak. Entah keputusan itu salah atau benar namun tak lama dari keputusan itu, sang pemain terpilih untuk berjuang bersama skuad timnas u-19 dan sekarang pemain tersebut menjadi salah satu pemin U-23 yang menonjol, masuk timnas asuhan Luis Milla dan bahkan mencetak gol di laga final turnamen pra musim 2017. Ego yang bahkan tidak bisa dikalahkan oleh pelatih berlisensi UEFA A. Itu lisensi pelatih tertinggi di Eropa, bukan?
2017 angin segar menghampiri sepakbola Indonesia, PSSI dicabut hukumannya oleh FIFA, PSSI memiliki ketua umum baru dan yang terpeting liga resmi akan segera dimulai! Djajang Nurjaman kembali dipercaya menjadi pelatih. Persiapan dimulai hanya berselang beberapa hari atau minggu sejak TSC selesai, mungkin bisa dikatakan menjadi salah satu tim yang mempersiapkan timnya paling awal, hanya berselang beberapa hari, tim memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak sebagian besar pemainnya. Gembar-gembor  pemain yang sudah deal untuk kembali dan pemain baru yang akan berlabuh ke Persib pun hanya berselang beberapa hari dari berita banyaknya pemain yang tak dipertahankan. Namun ini Indonesia, keputusan yang sudah 100% berhasilpun bisa jadi gagal.
Pra musim dimulai yang menurut saya “Gak Djanur Banget”, entah itu adalah gaya baru dari Djanur yang sehabis pulang dari “pengasingan”nya. Jika pada  pra musim 2013-2014 diisi dengan melawan belasan tim-tim lokal, berbeda dengan pramusim musim 2017 yang hanya berselang beberapa minggu sudah harus mengikuti turnamen yang berat dengan kondisi tim yang tidak sempurna akibat transfer pemain yang gagal, tidak ada playmaker yang seperti pelatih inginkan, tidak ada striker tambahan dan harus mengemban target tinggi yaitu juara. Iri rasanya ketika mendengar bahwa PBFC tidak menurunkan tim utamanya ataupun PSM yang tidak menjadikan juara sebagai targetnya, bahkan pelatih PSM awalnya menolak ikut serta.
Banyak kabar di berita online ataupun cetak yang mengutip bahwa pelatih membutuhkan gelandang serang dan Striker asing tambahan. Walaupun ada gengsi yang naik ketika berhasil mendatangkan Michael Essien dan Carlton Cole tapi harus diakui sekarang, bahwa mereka bukan apa yang pelatih inginkan. Jika keduanya adalah keinginan pelatih, berarti pelatih telah gagal karena sampai pertandingan ke-9 ini keduanya tidak pernah main full sekalipun. Iri ketika melihat apa yang pemain asing PSM lakukan apalagi melihat marque playernya.
Suatu malam di Stadion Persib, para gegeden PT. PBB sedang berkunjung ke mess pemain. Sedikit mendengar apa yang beliau-beliau bicarakan, bahwa Stadion persib akan dikelola oleh PT.PBB, mess pemain dan rumput lapangan akan diperbaiki, akan ada tempat fitness, dll. Dan yang cukup mengagetkan adalah bahwa beliau hampir berhasil akan mendatangkan Ronaldinho ke Persib. Jangankan pelatih, gegeden lainnya pun kaget. Hampir berhasil dengan sebelumnya tanpa ada komunikasi terlebih dahulu. Essien dan Cole gimana? Pilihan pelatih? Kan pelatih inginnya gelandang serang tapi naha nu datangna Essien? Kan aya Maitimo? Hasilna? BUTUT!
Sembilan pertandingan berlalu dengan hasil yang jelek untuk target juara. Hormat besar untuk Bobotoh yang turun kelapangan ketika gol kedua TNI namun kecewa dengan ke-legeg-an setelahnya. Saya ingat ketika pertandingan melawan Madura pada TSC 2016, maen butut dengan hasil satu kali menang dari empat pertandingan, geram dengan cara dan hasil pertandingan kelima tersebut, saya dan teman-teman memutuskan untuk mencegat pemain dan pelatih sebelum masuk bus. Ekspektasi tinggi dengan modal Juara Liga 2014 dan Piala Presiden ditambah dengan pelatih baru yang berlisensi UEFA A yang sebelumnya bisa membawa timnya ke fase semifinal ISL 2014 dengan skuad dan keadaan tim tak sebaik Persib saya kira. Dengan modal alasan tersebut kami bulat untuk protes kepada pemain dan pelatih ketika akan masuk bus. Sang pelatih marah, teman saya habis beliau marahi.
Keadaan sekarang membuat saya ingat momen itu, apalagi ketika melihat Bobotoh yang turun ke lapangan ketika gol kedua TNI. Hastag DjanurOut pun sudah banyak bermunculan sejak beberapa pertandingan kebelakang. Tapi apakah Djanur out adalah jawaban yang akan membuat Persib lebih baik?
Jangankan pelatih yang hanya berlisensi AFC B, sudah berapa pelatih UEFA A yang jangankan membawa juara, kuat sampai akhir musimpun tidak. Ditambah dengan jika melihat twitter salah satu mantan pelatih Persib, yang mengatakan bahwa pelatih harus kerja bebas, tidak ada instruksi dari orang lain.
Oleh karena itu, teruntuk para Stakeholder Persib Bandung, dengan meminjam kata-kata yang fenomenal dari Alm. Mang Ayi:

“TUNTUTAN SAYA SUDAH JELAS, TIDAK ADA NEGOISASI, SAYA MINTA SIAPAPUN PELATIHNYA, BERIKAN KEBEBASAN!